Kamis, 23 Oktober 2014

POLITIK-U$




Opini…
REPARASI PERCATURAN POLITIK

Berbicara soal politik, masih bertautan erat dengan kinerja politikus-politikus. Bahasan politik mencakup region yang universal atau mengglobal. Metode ekstemporan (secara garis besar), memaparkan kinerja politik Indonesia yang lebih menitik-beratkan pada sektor atmosfer formalitas, artinya hanya professional untuk menggoreskan pena di atas lembaran-lembaran atau dokumen-dokumen (planning). Planning, patut kita acungkan kedua jempol (two thumbs up). Tapi, ini masih belum mencapai titik balance ( keseimbangan) yang ideal dan legal. Disini membutuhkan pengabulan dari planning yang telah dicanangkan bersama untuk pencapaian target aktualisasi nyata (realita). Kinerja untuk menerjemahkan planning, dilihat dari kelazimannya, masih belum matang dan bahkan masih berusia dini. Tahap transisi pun hanya beberapa insan yang betul-betul  menghayati kesejahteraan sesama. Apalagi tahap kedewasaan politik, membutuhkan insan yang mentalitas dan spiritualitas respek menjadi pegangan utamanya. Kadang dalam percaturan politik, politikus menerjemahkan planningnya dalam bentuk simpatik. Untuk lebih jauh bertindak atau empati masih perlu banyak waktu untuk dipertimbangkan dan kalkulasi-kalkulasi, khususnya kalkulasi dalam problem financial.
Puncak permasalahan politik yang lagi naik daun adalah masalah financial dan ideology. Kompetisi yang begitu ketat kedua kubu ini menghasilkan paradigma-paradigma baru dan kritikan-kritikan entah yang konstruktif maupun destruktif.  Obsesi politik financial yang merajut para politikus sulit untuk dibendung lagi, karena dianggap sudah terintegralkan dalam diri. Rajutan benang merah obsesi bila diputuskan tentu akan menimbulkan aksi-aksi yang merugiakn moral diri dan material. Karena ini merupakan kompetisi ketat yang secara  tak kelihatan diboncengi dengan emosional secara fisik. Semuanya tak mau mengalah, dan mempertahankan ideology masing-masing setiap sector. Juga kadang melibatkan peran belakang layar yang sudah siap siaga dengan strategi-strategi matang. Disinilah letak ketidakmurnian dunia politik. Sehingga bukanlah hal yang salah kalau public berasumsi bahkan memvonis kalau kinerja dari strategi politik itu perlu direparasi. Tanggapan sebagai reaksi prihatin dari public sering diabaikan. Kadang memandang rendah opini pemain-pemain kecil, karena jabatan atau profesi yang digelutinya.orang mungkin menganggap dirinya telah hebat dan mampu untuk berjuang sendirian, tanpa ada kontribusi-kontribusi sederhana dari para pemain kecil yang mungkin saja opini itu bersifat  membangun dan menampilkan kadar kesuburan lahan politik.
Legitimasi politik yang telah dicanangkan dalam negosisasi atau perundingan bersama kadang dalam pelaksanaannya melibatkan pikiran dan tindakan improvisasi konyol. Sadar atau tidak sadar,  perilaku ini telah menghujat managemen politik legal itu sendiri. Sorotan problem politik masa kini, yang senang menunjukan batang hidungnya di mata public adalah, tingkat perhatian dan respek terhadap masalah kemajuan region-region tertentu yang sering dianak tirikan. Sungguh kasihan hidup tanpa ibu, tak ada ASI yang dinikmati untuk kesehatan tubuhnya. Siapakah yang akan mengasuhnya dalam untaian belas kasih murni? Aku? Kamu? Kalau aku, yah maaf, aku masih mengurus keluarga saya dulu. Kalau kamu, ah, biar aku dikte saja, diakan anak buah saya.  Ada ungkapan klasik yang telah dibalik faktanya, ringan sama dijinjing, berat kamu yang pikul. Reputasi politik dinaikkan karena system dikte dan otoriter. Apakah harga dirimu adalah harga diriku juga? Apakah harga diriku berada dalam harga diriku?
Tujuan dasar alur  politik adalah mensejahterakan kehidupan masyarakat luas, bukan disejahterakan. Jika dikaitkan dengan analogi rasional praktis, rumput mencari kuda atau sebaliknya?  Kadang tujuan politik mensejahterakan masyarakat luas, dipersempit untuk masyarakat super lokal, alias keluarga. Orang biasa memberikan labeling, nepotisme.  Nepotisme ini tak terlepas dari tindakan korupsi. Dan korupsi sudah dianggap sesuatu yang banalitas. Kapankah reformasi politik Indonesia betul-betul optimal? Komitmen, prinsip, visi,dan misi jangan sekedar bersifat representative nama baik instansi, sehingga mempunyai dedikasi yang kredibilitas. Indicator politik merupakan pokok bahasan kita bersama, dimana kita berintervensi baik secara langsung maupun tidak langsung. Setiap sub indicator politik setiap insan harus mampu mencari solusi yang rasional legal. Kesulitan adalah habitus. Butuh sesama untuk menghidupkan kembali mesin politik. Bukan berarti kita membutuhkan jasa sesama untuk berotoriter, tapi menjalin etika kerja yang ideal, etika membantu tanpa pamrih. Pola pikir dan daya kreatif harus sejalan, agar kolaborasi diantara keduanya mampu memberikan solusi terbaik dan handal.
Kembali pada sistem politik yang mayor pada bidang financial. Sering orang menjadikan uang sebagai raja dunia, dan mungkin sudah menjalar luas di pelosok-pelosok lokal. Yang lebih berharga diantara keduanya tentu harus di prioritaskan. Kompetisi ketat ini  sudah menguak lebar walaupun ditutupi dengan dominasi ideology dan paradigma. Tapi, yang tak kelihatan secara langsung jauh lebih dominan ketimbang ideology. Sehingga tak heran kalau untuk bisa menempati kursi emas jabatan harus dilatarbelakangi financial. Zaman edan sekarang telah dibuka terobosan baru, kalau ideology seseorang bisa digadai dengan uang, karena ada asumsi, uang adalah raja dunia, dan memberikan “jaminan- jaminan”. Jaminan-jaminan disini perlu kita generalisasikan, apa jaminan bermutu atau jaminan ragawi? Skema karya politik sebenarnya tak terpisahkan dari intervensi rohaniah dan batiniah. Kelihatannya sekarang, etos kerja ragawilah yang menutupi etos kerja moral dan spiritualitas,serta mentalitas diri. Introspeksi diri, melihat diri lebih jauh, bagaimana pengalaman-pengalaman karir selama ini. Dan harus selipkan waktu untuk evaluasi intrapersonal dan evaluasi interpersonal (komunal). Sehingga dengan itu fraternitas dalam karir menjadi lebih terdidik dan membawakan kematangan emosoinal. Dan mungkin system otoriter ala NAZI pelan-pelan mengalami degradasi. Puncak kesuksesan pun bukan lagi sesuatu yang sulit untuk digapai. Etos kerja dan pengembangan ideology menjadi lebih nyaman dan lebih terarah atau tepat sasar sesuai yang ditargetkan dalam negosisasi. Tunjukkan budaya berpolitik yang bermoral dan menebarkan pesona indah karya-karya anda semua. Sebelum Anda memperbarui atau mereparasikan politik, terlebih dahulu Anda harus memperbarui diri Anda sendiri. Sebab perubahan itu datang dari dalam diri Anda sendiri ( factor internal).
Diakhir kata, saya ingin mempublikasikan sesuatu yang sudah dan sedang terjadi dalam percaturan politik kita. Ini sebagai bahan refleksi untuk kita semua dan lebih dikhususkan pada para politikus. Ini bukanlah sesuatu yang destruktif tapi konstruktif. Tujuh dosa social yang menggema menggelegar dalam tatanan karir kita: politik tanpa prinsip, kekayaan tanpa kerja, kesenangan tanpa suara hati, pengetahuan tanpa peran, perdagangan tanpa moral, ilmu tanpa perikemanusiaan, penyembahan tanpa pengorbanan. Tujuan utama untuk hidup adalah untuk hidup dengan benar, berpikir benar dan berbuat yang benar pula. Ikatlah semua kebenaran yang diakui oleh Sang Kebenaran, agar hidup kita benar adanya. Sisipkan kepercayaan diri dan optimisme, agar semuanya bisa berjalan dengan mulus.
Sekian.

Salam dari saya : Irjan Buu







Tidak ada komentar:

Posting Komentar